Hafalan Shalat Delisa merupakan sebuah film drama yang disutradarai oleh Sony Gaokasak serta dibintangi oleh Nirina Zubir dan Reza Rahadian. Film ini diangkat dari novel laris karya Tere Liye dengan judul yang sama. Seluruh pengambilan adegan film ini dibuat di Aceh. Sebuah film yang menggambarkan perjuangan seorang anak berumur 6 tahun dalam menghafal bacaan shalat serta keikhlasan dan ketegaran dalam menghadapi segala cobaan yang menimpanya. Sangat menarik untuk disimak tentunya cerita apa dan siapa yang terlibat. Sebuah film yang mengajarkan bahwa setiap permasalahan pasti ada jalannya, jangan menyerah dengan keadaan, tetap bertahan, berjuang, dan tegar untuk menghadapi segala ujian, dan bersyukur dan tetap ikhlas atas segala pemberian Yang Maha Kuasa.
Alisa Delisa adalah seorang gadis kecil yang ingin menghafal hafalan shalat untuk ujian praktek yang akan dilakukannya didepan kelas. Awalnya dia sangat bersemangat menghafal karena Ummi Salamah membeli kalung emas serta sepedah dari Abi sebagai jaminan kelulusan ujian praktek Delisa. Tapi malangnya bencana tsunami melanda ketika dia menghafal didepan kelas, hal itu membuat Delisa harus kehilangan keluarganya, kehilangan satu kakinya. Namun dia tetap tegar menerimanaya, ia besyukur masih memiliki Abi Usman, cobaan ini membuat Delisa belajar memahami arti keikhlasan, ikhlas menghafal bacaan shalat hanya karena Allah Swt semata,bukan untuk mendapat hadiah dari Ummi dan Abi. Berikut ulasan yang ditulis oleh Irfan Sjafari.
Teks ulasan yang disajikan penulis memiliki sisi kelebihan dan sisi kekurangan. Dilihat dari kelebihannya, teks ulasan ini memuat beberapa aspek penting dan pokok, sehingga memudahkan penulis untuk memahami teks tersebut. Dilihat dari kekurangannya, penulis kurang memperhatikan kata kata yang digunakan itu baku atau tidak. Contoh seperti kata salat menjadi shalat dan kata ustadz menjadi ustad, hal ini dapat berpengaruh besar dalam aspek kebahasaan karena dapat merusak kaidah kebahasaan yang baik dan benar.
Jangan bandingkan dengan teknologi 3D film Amerika untuk mendeskripsikan tsunami tersebut. Film khas Indonesia yang satu ini memang tidak bisa dibandingkan dengan teknologi film Amerika, karena kesederhanaan efeknya. Namun kesederhanaan dalam film ini dapat tertutupi dengan totalitas para pemain film (aktris dan aktor) yang mendalami peran mereka dengan baik disertai juga dengan jalan cerita yang menyentuh dan mengandung pesan kemanusiaan yang sangat besar.
Tsunami yang terjadi pada tanggal 24 Desember 2004 merenggut banyak korban dan menyisakan kesedihan bagi sebagian besar masyarakat aceh, begitu juga dengan delisa, Gadis kecil yang baru berusia 6 tahun harus kehilangan ummi, ketiga kakak kandung, tetangga, teman kerabat, tempat tinggal, tempat bermain, dan sebagainya. Tapi tokoh Delisa yang Tegar dan ceria bisa mengatasi kesedihannya dan bisa memaknai makna keiklasan untuk sesuatu yang telah hilang dan pergi untuk selamanya. Ia mampu memberikan inspirasi dan pemahaman kepada masyarakat yang berada disekitarnya.
Setelah peristiwa tsunami mereda, Delisa diselamatkan seorang tentara A.S bernama Smith, namun kaki delisa harus diamputasi. Delisa juga dikenalkan dengan Sophie, relawan yang merasa simpati terhadapnya. Dia sudah mengetahui bahwa umi, dan ketiga kakaknya telah pergi, yang digambarkan melalui surealis melintasi sebuah gerbang di lepas pantai menuju negri dengan masjid yang indah. Namun keberadaan uminya masih misterius. Melihat keadaan delisa, Smith ingin mengadopsi delisa, namun terlebih dahulu delisa sudah dijemput abinya.
Ulasan
Penulis pada teks ulasan tersebut penulis mengulas beberapa hal yaitu:
Kata Baku dan Tidak Baku
Pada teks ulasan “Belajar Ikhlas dari ‘Hafalan Shalat Delisa’” tersebut terdapat beberapa kata yang tidak baku. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
Penginderaan atau Imajinasi
Penginderaan yang paling hakiki terhadap pertunjukan itu adalah: pertama, bidang visual menyangkut kemampuan mata yaitu melihat; dan kedua, bidang audio menyangkut kemampuan telinga yaitu mendengar. Menurut Alif Danya Munsi, corak seperti apa yang ada dalam pikiran dan perasaan kalian yang mesti dibuat kritiknya ditentukan oleh indera tiap kritikus. Ada empat corak dalam menulis kritik tersebut.
Nilai-nilai yang terkandung :
Alisa Delisa adalah seorang gadis kecil yang ingin menghafal hafalan shalat untuk ujian praktek yang akan dilakukannya didepan kelas. Awalnya dia sangat bersemangat menghafal karena Ummi Salamah membeli kalung emas serta sepedah dari Abi sebagai jaminan kelulusan ujian praktek Delisa. Tapi malangnya bencana tsunami melanda ketika dia menghafal didepan kelas, hal itu membuat Delisa harus kehilangan keluarganya, kehilangan satu kakinya. Namun dia tetap tegar menerimanaya, ia besyukur masih memiliki Abi Usman, cobaan ini membuat Delisa belajar memahami arti keikhlasan, ikhlas menghafal bacaan shalat hanya karena Allah Swt semata,bukan untuk mendapat hadiah dari Ummi dan Abi. Berikut ulasan yang ditulis oleh Irfan Sjafari.
No. | Struktur Teks | Kalimat |
---|---|---|
1. | Orientasi 1 | Pagi hari dalam sebuah ruang sekolah di Lhok Nga, desa kecil di Pantai Aceh, pada 26 Desember 2004, Delisa (Chantiq Schagerl) berupaya khusyu menjalankan praktik shalat di depan Ustad Rahman dan Ustazah Nur yang mengujinya. Ibunya, Ummi Salamah (Nirina Zubir), bersama beberapa ibu lainnya menyaksikan dari luar jendela. Ucapan Sang Ustad sebelumnya agar dia tetap fokus pada shalat meski apapun yang terjadi di sekelilingnya benarbenar ditaati gadis kecil itu. Termasuk juga gempa yang mengguncang dan plafon atap mulai berjatuhan. Bahkan ketika ustad Rahman dan guru penguji lain lari keluar dan teriakan panik ibunya tidak membuatnya beranjak. Dia tetap membaca doa shalat yang dihafalnya. Air bah tsunami pun meluluhlantakkantempat itu dan menenggelamkan Delisa. |
2. | Tafsiran isi 1 | Scene yang dahsyat dari film “Hafalan Shalat Delisa” jangan bandingkan dengan teknologi 3D film Amerika untuk mendeskripsikan tsunami tersebut-membuat saya terhenyak. Seandainya saja saya yang shalat pada saat terjadi bencana, apakah saya akan lari atau tetap shalat dengan risiko mati dalam keadaan shalat sulit dibayangkan. Film berlatar belakang bencana tsunami yang melanda Aceh dan berbagai tempat di Asia Tenggara ini menewaskan ratusan ribu jiwa dan meninggalkan duka yang mendalam. |
3. | Tafsiran isi 2 | Film ini dibuka dengan beberapa adegan manis dua hari sebelum malapetaka itu. Delisa tinggal bersama Ummi dan tiga kakaknya, Fatimah (Ghina Salsabila), dan si kembar Aisyah (Reska Tania Apriadi) dan Zahra (Riska Tania Apriadi). Abi Usman, ayahnya (Reza Rahadian), bekerja di sebuah kapal tangker asing nun jauh dari tempat tinggal mereka. Delisa digambarkan sulit melakukan hafalan shalat, dibangunkan shalat subuh juga susah. Umminya sampai menjanjikan sebuah kalung berhuruf D yang dibeli dari toko milik Koh Acan (dimainkan dengan menarik oleh Joe P Project), jika Delisa lulus ujian praktik shalat. Seperti anak-anak kecil umumnya, Delisa senang bermain. Dia ingin belajar bersepeda dari Tiur dan bermain bola dengan Umam. Saya suka dengan akting Nirina Zubir yang mampu menghidupkan spontanitas seorang ibu ketika Aisyah cemburu pada Delisa atau Delisa sedang sedih. Ia juga menjadi imam ketika shalat bersama putri-putrinya. Awalnya akting anak-anak ini agak kaku, namun Nirina mampu membuat suasana hidup. Segmen ini milik Nirina. |
4. | Tafsiran isi 3 | Setelah tsunami menghantam, Delisa diselamatkan seorang ranger (tentara) Amerika Serikat bernama Smith (Mike Lewis). Sayang, kaki Delisa harus diamputasi. Dia juga dikenalkan dengan Sophie, relawan asing lainnya yang bersimpati pada Delisa. Delisa tahu bahwa ketiga kakaknya sudah pergi ke surga, juga Tiur dan ibunya, serta ustazah Nur. Semua digambarkan dengan surealis melintas sebuah gerbang di lepas pantai menunju negeri dengan mesjid yang indah. Namun keberadaan ibunya masih misteri. Melihat keadannya, Smith ingin mengadopsi Delisa. Lelaki itu ingat putrinya yang mati dalam kecelakaan bersama ibunya. Namun kemudian ayahnya datang. Dia kemudian harus membangun hidupnya kembali bersama putrinya sebagai single parent. |
5. | Tafsiran Isi 4 | “Hafalan Shalat Delisa” tidak terjebak dengan melodrama yang klise. Ada kesedihan yang membuat air mata keluar, tetapi hidup tetap harus berjalan. Delisa dengan kaki satu berupaya tegar, termasuk juga membangkitkan semangat Umam yang remuk dengan bermain bola. Gadis ini juga memberi inspirasi pada ustad Rahman yang sempat patah semangat. Percakapan ustad Rahman dengan Sophie di kamp pengungsi menjadi adegan menyentuh lainnya. “Mengapa Allah menurunkan bencana ini?” Kira-kira demikian keluhan ustad itu. Sophie menjawab, “Coba tanya Delisa. Dia kehilangan tiga kakaknya, ibunya, sebelah kakinya, tetapi dia ingin bermain bola.” |
6. | Tafsiran isi 5 | Pada segmen ini, akting Chantiq Schagerl memukau. Aktingnya mengingatkan pada Gina Novalista dalam “Mirror Never Lies” yang menjadi nominasi artis terbaik FFI 2011. Dia mampu mengimbangi akting Reza Rahadian yang memang gemilang sebagai seorang ayah yang sempat remuk hatinya. Scene ketika ayahnya membawa Delisa di reruntuhan rumah mereka sangat menggigit. “Abi akan bangun rumah kita lagi!” dengan tegas ayahnya berkata. Adegan ketika Usman gagal membuat nasi goreng yang seenak buatan Ummi juga menarik. Betapa susahnya menjadi single parent bagi seorang laki-laki. Termasuk ketika air mata saya tidak bisa dibendung lagi melihat adegan Delisa memeluk ayahnya, “Delisa cinta Abi karena Allah!” |
7. | Tafsiran isi 6 | Kehadiran Koh Acan juga menghidupkan suasana. Hal ini merupakan human interest dalam film ini. Ketika dia menawarkan bakmi buatannya pada Delisa di kamp pengungsian memberikan kesegaran. Begitu juga dia menengok Delisa yang sakit karena kehujanan. Tentunya membawakan bakmi kesukaannya. |
8. | Evaluasi | Film ini menuju sebuah ending apakah umminya selamat atau setidaknya ditemukan tubuhnya. Hal ini juga begitu menggetarkan. Namun, apapun itu Delisa digambarkan sebagai sosok yang ikhlas. Tentunya dia juga bertekad menuaikan janjinya menyelesaikan hafalan shalatnya. “Delisa shalat bukan demi kalung, tetapi ingin shalat yang benar.” |
9. | Kesimpulan | Film yang diangkat dari novel laris karya Tere Liye ini merupakan film akhir tahun dan sekaligus juga film menyambut awal tahun 2012 yang manis. Cocok diputar untuk menyambut peringatan tsunami sekaligus juga hari ibu. (Sumber: http://hiburan.kompasiana.com) |
Teks ulasan yang disajikan penulis memiliki sisi kelebihan dan sisi kekurangan. Dilihat dari kelebihannya, teks ulasan ini memuat beberapa aspek penting dan pokok, sehingga memudahkan penulis untuk memahami teks tersebut. Dilihat dari kekurangannya, penulis kurang memperhatikan kata kata yang digunakan itu baku atau tidak. Contoh seperti kata salat menjadi shalat dan kata ustadz menjadi ustad, hal ini dapat berpengaruh besar dalam aspek kebahasaan karena dapat merusak kaidah kebahasaan yang baik dan benar.
Jangan bandingkan dengan teknologi 3D film Amerika untuk mendeskripsikan tsunami tersebut. Film khas Indonesia yang satu ini memang tidak bisa dibandingkan dengan teknologi film Amerika, karena kesederhanaan efeknya. Namun kesederhanaan dalam film ini dapat tertutupi dengan totalitas para pemain film (aktris dan aktor) yang mendalami peran mereka dengan baik disertai juga dengan jalan cerita yang menyentuh dan mengandung pesan kemanusiaan yang sangat besar.
Tsunami yang terjadi pada tanggal 24 Desember 2004 merenggut banyak korban dan menyisakan kesedihan bagi sebagian besar masyarakat aceh, begitu juga dengan delisa, Gadis kecil yang baru berusia 6 tahun harus kehilangan ummi, ketiga kakak kandung, tetangga, teman kerabat, tempat tinggal, tempat bermain, dan sebagainya. Tapi tokoh Delisa yang Tegar dan ceria bisa mengatasi kesedihannya dan bisa memaknai makna keiklasan untuk sesuatu yang telah hilang dan pergi untuk selamanya. Ia mampu memberikan inspirasi dan pemahaman kepada masyarakat yang berada disekitarnya.
Setelah peristiwa tsunami mereda, Delisa diselamatkan seorang tentara A.S bernama Smith, namun kaki delisa harus diamputasi. Delisa juga dikenalkan dengan Sophie, relawan yang merasa simpati terhadapnya. Dia sudah mengetahui bahwa umi, dan ketiga kakaknya telah pergi, yang digambarkan melalui surealis melintasi sebuah gerbang di lepas pantai menuju negri dengan masjid yang indah. Namun keberadaan uminya masih misterius. Melihat keadaan delisa, Smith ingin mengadopsi delisa, namun terlebih dahulu delisa sudah dijemput abinya.
Ulasan
Penulis pada teks ulasan tersebut penulis mengulas beberapa hal yaitu:
- “Hafalan Shalat Delisa” tidak terjebak dengan melodrama yang klise. Ada kesedihan yang membuat air mata keluar, tetapi hidup tetap harus berjalan.
- Akting Chantiq Schagerl memukau, dia mampu mengimbangi akting Reza Rahadian yang memang gemilang sebagai seorang ayah yang sempat remuk hatinya.
- Kehadiran Koh Acan merupakan human interest ketika dia menawarkan bakmi buatannya pada Delisa di kamp pengungsian memberikan kesegaran.
- Ending cerita apakah umminya selamat atau setidaknya ditemukan tubuhnya begitu menggetarkan namun, apapun itu Delisa digambarkan sebagai sosok yang ikhlas.
Kata Baku dan Tidak Baku
Pada teks ulasan “Belajar Ikhlas dari ‘Hafalan Shalat Delisa’” tersebut terdapat beberapa kata yang tidak baku. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
KATA | BAKU | TIDAK BAKU | |
---|---|---|---|
Shalat | Salat | Salat | Shalat |
Ustaz | Ustad | Ustaz | Ustad |
Doa | Do’a | Do’a | Doa |
Risiko | Resiko | Resiko | Risiko |
Tangker | Tanker | Tanker | Tangker |
Prakti | Praktek | Praktek | Praktik |
Masjid | Mesjid | Masjid | Mesjid |
Kamp | Kemp | Kamp | Kemp |
Iklas | Ikhlas | Ikhlas | Iklas |
Khusyuk | Khusyu | Khusyu | Khusyuk |
Penginderaan atau Imajinasi
Penginderaan yang paling hakiki terhadap pertunjukan itu adalah: pertama, bidang visual menyangkut kemampuan mata yaitu melihat; dan kedua, bidang audio menyangkut kemampuan telinga yaitu mendengar. Menurut Alif Danya Munsi, corak seperti apa yang ada dalam pikiran dan perasaan kalian yang mesti dibuat kritiknya ditentukan oleh indera tiap kritikus. Ada empat corak dalam menulis kritik tersebut.
- Pertama, corak kritik apresiasi, meliputi dua ciri: individual yang semata-mata merupakan ekspresi tunggal mewakili kemauan kalian untuk menyatakan segi positif dari pertunjukan yang disaksikan; serta sosial yang mewakili pandangan objektif dengan menyertakan atau mencatat bagaimana respons masyarakat dalam menyaksikan pertunjukan tersebut.
- Kedua, corak kritik eksposisi merupakan ulasan tentang film dan drama berdasarkan bagan-bagan yang membangun film atau drama tersebut. Dalam ulasan eksposisi ini, kalian menulis kritik dengan jalan keluar. Artinya, kalian bertanggung jawab dengan kritik yang kalian buat.
- Ketiga, corak kritik evaluasi berangkat dari cara memindai kerangka cerita, premis, dan tema, lalu bagaimana sutradara menafsirkannya melalui gambar.
- Keempat, corak kritik prevalensi, berupa ulasan yag merata, umum, luas, dengan ukuran perbandingan yang ideal atas tontonan-tontonan lain yang yang pernah ada. Ulasan ini dimulai dengan menyebut sesuatu sebagai ukuran ideal, dan diakhiri dengan harapan-harapan.
Nilai-nilai yang terkandung :
- Nilai agama. Di gambarkan saat ustadz Rahman mengajarkan kepada Delisa tentang keagamaan seperti pada saat mengerjakan salat harus engan khusyu tidak perlu memperhatikan keadaan sekitar.
- Nilai moral. Pengarang menggambarkan watak tokoh pada cerita penuh rasa ikhlas. Setelah bencana itu melanda perkampungan tidak ada lagi yang tersisa, yang ada hanya tangisan. Setelah delisa dirawat di klinik dia sadar bahwa kakinya telah diamputasi tetapi delisa dapat menerimanya dengan ikhlas. Delisa salat bukan karena ingin mendapat kalung, tetapi dia ingin salat yang benar.
- Nilai sosial. Ketika delisa membangkitkan semangat umam dan delisa juga memberi semangat kepada ustaz Rahman yang hampir patah semangat.